Ada 25 paslon yang maju di Pilkada di masa pandemi tanpa kompetitor alias paslon tunggal. Jumlah ini bertambah dari tiga gelombang Pilkada sebelumnya, yakni 3 di Pilkada Serentak 2015, 9 di Pilkada Serentak 2017, dan 16 di Pilkada Serentak 2018.
Jumlah 25 paslon tunggal juga merupakan pengurangan. Sebab awalnya, di Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Bintan, dan Kota Sungai Penuh juga hanya ada satu paslon. Koalisi partai-partai pendukung kemudian berubah sehingga ada paslon lain yang maju lewat partai.
Belum ada kajian yang mengaitkan antara banyaknya jumlah paslon tunggal dengan pandemi. Namun, jika menganalisis latar belakang para petarung tunggal di Pilkada Serentak 2020, mayoritas paslon merupakan petahana, memiliki dinasti politik, dan atau kader dari partai atau organisasi yang memiliki basis massa kuat di daerah tersebut.
Dari hasil kajian Perludem, terdapat 11 paslon petahana kepala daerah dan wakil kepala daerah yang maju di Pilkada paslon tunggal. Artinya, petahana kepala daerah berpasangan kembali dengan petahana wakil kepala daerahnya. Dari 11 paslon tersebut, 4 calon terkait dengan dinasti politik atau memiliki kekerabatan dengan elit politik di daerah.
Pecah kongsi petahana juga terjadi di Pilkada paslon tunggal. 4 petahana kepala daerah dan 3 petahana wakil kepala daerah maju di Pilkada Serentak 2020.
Mantan aparatur sipil negara (ASN), mantan anggota TNI, dan politisi parlemen daerah pun diusung sebagai calon tunggal. Di Pilkada Wonosobo, Ketua dan Wakil Ketua DPRD Wonosobo periode 2019-2024 berpasangan, didukung oleh 7 partai.
Hasil pilkada paslon tunggal
Di 24 daerah paslon tunggal (Hasil Pilkada Pegunungan Arfak belum dapat diketahui di pilkada2020.kpu.go.id hingga 29 Desember 2020, pukul 12.27 WIB), seluruh paslon tunggal mengalahkan kolom kosong. Kabupaten Pegunungan Arfak merupakan daerah paslon tunggal dengan tingkat partisipasi pemilih tertinggi, yakni 99,25 persen. Tertinggi kedua, Kabupaten Manokwari Selatan dengan 98,74 persen pemilih menggunakan hak pilih. Di kedua daerah ini, paslon petahana bupati dan wakil bupati didukung hampir oleh semua partai politik di DPRD. Hanya 6,9 persen suara untuk kolom kosong di Pilkada Manokwari Selatan.
Sementara itu, Di Kutai Kartanegara, daerah paslon tunggal petahana-anggota DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara dengan tingkat partisipasi pemilih paling rendah, yakni 56,67 persen, suara untuk paslon tunggal adalah 73,8 persen atau 199.880 suara. 26,2 persen pemilih atau 70.851 orang memilih kolom kosong. Jumlah perolehan suara untuk paslon tunggal di Kutai Kartanegara lebih sedikit dari jumlah pemilih golput sebesar 211.474 pemilih. Total pemilih di DPT yakni 488.055 orang.
Adapun perolehan suara terbesar untuk kolom kosong terdapat di Pilkada Humbang Hasundutan. 47,5 persen dari 78 persen pemilih memilih melawan petahana bupati yang berpasangan dengan mantan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Humbang Hasundutan bukanlah daerah basis massa partai politik tertentu, dan tak semua partai parlemen daerah mengusung paslon tunggal. Jika persentase suara untuk kolom kosong dijumlahkan dengan persentase pemilih yang golput, maka sebesar 58,47 persen suara tak diperuntukkan bagi paslon tunggal.
Persentase terbesar kedua untuk kolom kosong ada di Pilkada Kebumen. 39,2 persen pemilih memilih kolom kosong dibandingkan petahana wakil bupati yang didukung oleh seratus persen partai di parlemen. Total persentase suara untuk kolom kosong dan pemilih golput yaitu 60,55 persen.
Kemenangan paslon tunggal paling telak terjadi di Pilkada Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan. Paslon petahana bupati dan wakil bupati Popo Ali Martopo-Sholehien Abuasir yang diusung oleh seluruh partai parlemen daerah dipilih oleh 96,2 persen pemilih. Tingkat partisipasi pemilih di OKU Selatan ialah 85 persen.
Dari 9 daerah paslon tunggal yang melibatkan dinasti politik, baik di level nasional maupun daerah, Pilkada Kota Balikpapan merupakan daerah dengan tingkat partisipasi pemilih dan perolehan suara untuk paslon tunggal paling rendah. 62,4 persen atau 160.741 pemilih memilih calon tunggal petahana, sementara 37,6 persen atau 96.669 pemilih memilih kolom kosong. Karena tingkat partisipasi pemilih di Kota Balikpapan hanya 60 persen, maka 177.297 pemilih tidak menggunakan hak pilihnya. Jumlah ini lebih besar dari jumlah pemilih yang mencoblos untuk paslon tunggal.
Selain faktor petahana, paslon tunggal juga terjadi lantaran suatu daerah merupakan daerah basis massa partai tertentu. Dari 25 daerah paslon tunggal, 7 daerah merupakan daerah basis massa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), 1 daerah basis massa PDIP dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), 3 daerah basis massa Partai Golongan Karya (Golkar), dan 1 daerah basis massa Partai Demokrat.
Dari 12 daerah tersebut, tingkat partisipasi pemilih tertinggi terdapat di Pilkada Raja Ampat, yakni 93,92 persen. Raja Ampat merupakan basis massa Partai Demokrat. Petahana bupati Raja Ampat adalah Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Raja Ampat. Suara untuk paslon tunggal di Raja Ampat yakni 66,6 persen dan untuk kolom kosong 33,4 persen.
Daerah basis massa partai dengan tingkat partisipasi tertinggi kedua yakni Boyolali, sebesar 89,53 persen. Meski paslon tunggal petahana-Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Air Minum Boyolali hanya diusung oleh satu partai, yakni PDIP, namun paslon tunggal menang telak 95,5 persen dari kolom kosong. Boyolali merupakan basis massa PDIP. Pada Pemilihan Legislatif 2019, PDIP mendapatkan 35 dari 45 kursi DPRD Kabupaten Boyolali.
Rekomendasi
Paslon tunggal pada faktanya merupakan langkah untuk memastikan kemenangan sejak awal, baik dengan adanya suara penentangan dari masyarakat sipil terhadap paslon tunggal secara organik, maupun penentangan yang digerakkan oleh partai politik atau calon yang tak dapat mencalonkan diri karena tak terpenuhinya syarat untuk menjadi calon.
Kemenangan paslon tunggal disebabkan oleh setidaknya tiga faktor. Pertama, latar belakang paslon tunggal sebagai pasangan petahana, petahana, berasal dari dinasti politik, atau pejabat tinggi daerah yang memiliki sumber daya politik dan sosial. Kedua, mobilisasi dukungan untuk paslon tunggal dilakukan oleh mayoritas partai parlemen daerah yang memang memiliki konstituen di daerah tersebut. Ketiga, tak ada cukup kekuatan tandingan untuk berkampanye melawan paslon tunggal. Apalagi, kolom kosong tak dapat difasilitasi oleh negara.
Dengan demikian, rekomendasi kebijakan yang perlu dilakukan yakni, menghapus persyaratan 20 persen kursi DPRD untuk mencalonkan paslon dan memberlakukan ambang batas pencalonan 0 persen. Kedua, menerapkan kebijakan yang ekual untuk paslon tunggal dan kolom. Negara dapat memfasilitasi kolom kosong dengan iklan kampanye dan alat peraga kampanye (APK).