Waspada Politisasi dan Intimidasi Pemilik Fasilitas Pendidikan

Waspada Politisasi dan Intimidasi Pemilik Fasilitas Pendidikan
Image credit: rumahpemilu.org

Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengingatkan adanya ancaman penyimpangan oleh penanggung jawab fasilitas pendidikan. Ancaman penyimpangan bisa lebih mungkin di lembaga pendidikan swasta naungan partai politik tertentu. Putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan kampanye di lembaga pendidikan harus menyertakan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tetap menjamin netralitas lembaga pendidikan.  

“Yang paling berbahaya sebenarnya adalah politisasi dan intimidasi yang berada di ruang-ruang gelap. Seorang guru kepada murid, seorang pemilik yayasan kepada guru. Kalau izin soal penggunaan tempat itu kan tertulis, harus ditembuskan pada KPU, harus ditembuskan kepada Bawaslu, kepada aparat keamanan karena itu prosedur di dalam peraturan KPU kampanye,” terang Titi di Jakarta (24/8).

Untuk itu, menurut Titi, tiga prinsip penting kampanye berlaku pada kampanye yang menggunakan fasilitas pemerintah dan pendidikan. Ketiganya antara lain keberimbangan, perlakuan adil, dan kesempatan yang sama.

“Tiga prinsip ini harus dioperasionalisasi. Oleh karena itu ketika KPU merevisi peraturan KPU terkait kampanye ini, pertama, KPU setidaknya harus berkoordinasi dengan Kemendikbud. Yang  kedua, pengelola sarana fasilitas negara, fasilitas pemerintah, apakah Setneg, dari pemerintah daerah, bagaimana koordinasinya dan seterusnya,” jelas Titi.

Termasuk, kata Titi, konfederasi atau asosiasi guru juga perlu dilibatkan dalam operasionalisasi kampanye di fasilitas pendidikan. Di Amerika Serikat, misalnya, melibatkan Associate Councill Education yang mengatur aktivitas apa saja yang bisa dilakukan aktor politik di kampus. Sebab, aktor politik bisa hadir di luar masa kampanye. 

Lebih lanjut Titi mengatakan, yang perlu diluruskan adalah pemberian izin kampanye pada fasilitas pemerintah dan pendidikan bukan pasar bebas untuk berkampanye. Kampanye di dua lokasi tersebut haruslah mengantongi izin dari penanggung jawab tempat dan tanpa atribut. 

“Soal izin ini sebenarnya juga menjadi tertib administrasi yang diterjemahkan oleh KPU bahwa bukan berarti bisa sembarangan terbitkan izin mengundang ini, mengundang itu, begitu ya, tetapi juga ada prosedur yang perlu didetilkan,” ujarnya.

Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan. Putusan tersebut merupakan hasil pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu menyoal Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h terkait larangan kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 pada 15 Agustus itu selanjutnya berbunyi, “menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu”. []

NUR AZIZAH

 
Avatar Author

Tentang Penulis
Lihat Semua Post