Buka Data Penting Pilkada 2020 di Sirekap

Buka Data Penting Pilkada 2020 di Sirekap
Image credit: rumahpemilu.org

Seluruh data penting Pemilihan Kepala Daerah 2020 di tingkat tempat pemungutan suara belum sepenuhnya dibuka di Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap. Padahal, transparansi data dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap hasil pemilihan.

 

Dari hasil pengamatan Kompas, data yang ditampilkan di portal Komisi Pemilihan Umum (KPU), https://pilkada2020.kpu.go.id/, sebatas perolehan suara masing-masing pasangan calon yang berkompetisi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, serta perkembangan data yang masuk dari setiap tempat pemungutan suara (TPS). Data-data tersebut hanya sebagian kecil dari data yang diunggah oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melalui aplikasi Sirekap.

 

Peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay, dalam diskusi bertajuk ”Catatan Masyarakat Sipil terhadap Penyelenggaraan Pilkada 2020”, Minggu (13/12/2020), mengatakan, terdapat data-data lain yang penting dan perlu dibuka ke publik lewat aplikasi yang dibuat KPU tersebut. Di antaranya, jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih, surat suara yang digunakan, dan suara tidak sah.

 

”Setidaknya, data yang dibuka sama seperti di Situng (Sistem Informasi Perhitungan). Semua data penting dari level TPS seharusnya dipublikasikan,” ujar Hadar.

 

Adapun data yang diungkap ke publik melalui Situng adalah jumlah pemilih, pengguna hak pilih, partisipasi, suara sah, suara tidak sah, dan total suara. Sirekap merupakan pembaruan dari Situng.

 

Hadar menyampaikan, dengan keterbukaan data-data itu, publik dapat memastikan integritas proses dan data dalam pelaksanaan pemilu. Rumus pengecekan integritas data adalah total penghitungan suara calon sama dengan suara sah; serta akumulasi dari suara sah dan suara tidak sah sama dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih.

 

”Jika ada data yang tidak klop dari formula tersebut, harus dicek. Bisa karena keliru hitung, tetapi bisa saja karena proses tidak beres. Kalau sekarang, kan, tidak dibuka semua datanya, bagaimana publik mengukurnya dan memastikan data itu betul atau tidak?” tutur Hadar.

 

 

Belum optimal

 

Untuk mengetahui penggunaan Sirekap, terdapat 64 responden dari kalangan masyarakat sipil yang mengisi formulir pemantauan. Para responden tersebut memantau penggunaan Sirekap di 33 kabupaten/kota. Dari data yang masuk, terdapat 54,7 persen KPPS yang mengaku terkendala dengan penggunaan Sirekap. Alasannya, aplikasi sulit dibuka (43,8 persen) dan tidak ada jaringan internet (12,5 persen).

 

Selain itu, terdapat 76,6 persen pemilih tidak mengetahui penggunaan Sirekap. Hal yang sama diutarakan oleh sebanyak 56,3 persen saksi.

 

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Pratama, menyampaikan, Sirekap sangat penting dalam tata kelola pemilu dan meminimalisir kompleksitas. Namun, dengan sejumlah kendala yang ditemui di lapangan, KPU harus lebih menggencarkan sosialisasi Sirekap dan terus melakukan uji coba. Selain itu, kesiapan infrastruktur internet penting untuk diperhatikan.

 

”Jangan teknologi menjadi paradoks. Alih-alih memudahkan para pengguna dan penyelenggara pemilu, justru mempersulit penyelenggara pemilu karena berbagai kendala tadi,” kata Heroik.

 

Pegiat pemilu, Wahidah Suaib, sependapat. Menurut dia, kendala dalam penggunaan Sirekap diakibatkan waktu sosialisasi yang pendek dan kurangnya masa uji coba. ”Ini perlu menjadi catatan serius bagi KPU,” ujarnya.

 

Secara terpisah, Ketua KPU Arief Budiman menuturkan, Sirekap merupakan hal baru sehingga masih ada kekurangan. Pihaknya akan terus memperbaiki Sirekap agar bisa digunakan dengan baik pada pemilihan selanjutnya.

 

”Sirekap penting untuk keterbukaan, akurasi, dan akuntabilitas pemilu,” ucap Arief.

 

 

Kepatuhan prokotol kesehatan

 

Selain soal Sirekap, pemantauan juga dilakukan terkait kepatuhan pemilih, pengawas, dan saksi terhadap protokol kesehatan di TPS. Sebanyak 127 responden memantau di 50 kabupaten/kota yang menggelar Pilkada 2020.

 

Dari hasil pemantauan tersebut, sebanyak 93,7 persen pemilih sudah mematuhi protokol kesehatan selama di TPS. Selain itu, 96,9 persen pengawas TPS juga sudah mematuhi protokol kesehatan. Adapun sebesar 93,7 persen saksi dari pasangan calon telah mematuhi protokol kesehatan.

 

Peneliti dari Konstitusi dan Demokrasi (Kode), Inisiatif Ihsan Maulana, menilai, capaian tingkat kepatuhan itu patut diapresiasi dan tergolong baik. Namun, ia juga mengkritisi sejumlah persoalan yang masih ditemukan di TPS, mulai dari pemakaian ruangan tertutup hingga munculnya antrean.

 

Ternyata ada 36,2 persen pembuatan TPS di ruang terbuka. Padahal, pelaksanaan pemungutan suara di dalam ruangan sangat rentan penularan virus Covid-19.

 

Adapun soal antrean, dari pemantauan para responden, terdapat 18,1 persen masih terjadi kerumunan saat proses pemungutan suara. Hal ini, menurut Ihsan, harus menjadi evaluasi serius karena pemilih sebenarnya telah diminta hadir sesuai jam undangan untuk menghindari kerumunan.

 

”Ini perlu disoroti terkait bagaimana evaluasi pelaksanaan pilkada kemarin. Ini juga perlu menjadi catatan karena masih ada beberapa daerah yang mau melakukan pemilihan suara ulang, bahkan di satu kabupaten, Boven Digoel, belum melakukan pilkada. Harapannya, catatan terkait protokol kesehatan, Sirekap, perlu diperhatikan,” kata Ihsan. (NIKOLAUS HARBOWO/ IQBAL BASYARI)

 

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 14 Desember 2020 di halaman 2 dengan judul “Data Sirekap Perlu Dibuka Lebih Lengkap”. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2020/12/13/buka-data-penting-pilkada-2020-di-sirekap/

 
Avatar Author

Tentang Penulis
Usep Hasan Sadikin telah menerima ulasan berbintang di Publishers Weekly, Library Journal, dan Booklist. Dia adalah new York Times dan buku terlaris USA Today dan pemenang ® RITA.
Lihat Semua Post