Mengevaluasi Layanan Hak Pilih Pemilu Timor Leste

Mengevaluasi Layanan Hak Pilih Pemilu Timor Leste
Image credit: rumahpemilu.org

Tahun ini Timor Leste menyelenggarakan Pemilu Presiden melalui dua putaran. Dari pemungutan suara pada 19 Maret 2022 dan 19 April 2022, sejumlah warga mengalami hambatan untuk menggunakan hak pilihnya. Evaluasi layanan hak pilih mesti dilakukan karena berikutnya Timor Leste akan menyelenggarakan pemilu parlemen.

“Hasil pemilu pertama 19 Maret 2022, ada pemilih sekitar 77,26%. Laki-laki 51% dan perempuan 48%. Dan pada putaran kedua 19 April 2022, total partisipasi pemilih 75,17%. Laki-laki 51,70% dan perempuan 48,30%,” ujar Presiden Comissão Nacional de Eleições (CNE), Jose Agustino Belo di kantor CNE, Larigutu, Dili, Timor Leste. (27/04/2022).  

Dari angka partisipasi pemilu tersebut, ada penurunan 2%. Dalam standar internasional (IDEA), pemilihan di atas 70% telah melewati rataan partisipasi pengguna hak pilih. Ia menekankan, di Timor Leste memilih merupakan hak, bukan kewajiban. Tapi, di Timor Leste warga untuk bisa menggunakan hak pilih wajib melakukan pendaftaran.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris CNE Odéte Maria Belo menyampaikan bahwa, dari 859.925 warga yang didaftar sebagai pemilih Putara Kedua Pemilu Presiden Timor Leste 2022, ada 646.389 yang menggunakan hak pilih. 312.212 pemilih di antaranya adalah perempuan dan 334.177 pemilih sisanya adalah laki-laki. Ada 3.734 suara tidak sah, 1.643 di antaranya adalah suara kosong.

Hasil Putara Kedua Pemilu Presiden Timor Leste 2022, Jose Ramos Horta mendapat suara lebih dari 50%. Calon nomor 1 ini mendapat 398.028 (62.1%) suara. Sementara calon nomor 2, Fransisco Guterres Lu-Olo hanya mendapat 242.939 (37.9%) suara.

Masalah layanan hak pilih

Salah satu warga yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya bernama Joāo Sarmento. Lokasi TPS yang amat jauh dari tempat tinggalnya menjadi sebab.

“Saya orang biasa, dan saya tidak senang dengan sistem pemilu saat ini. Sistem pemilu sebelumnya lebih baik karena kami yang tinggal di mana saja dapat berpartisipasi memilih dalam pemilu,” kata Joao, Kampung Alor, Dili, Timor-Leste, (14/06/2022).

Untuk menggunakan hak pilih, para warga harus mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) yang lokasinya amat jauh dari sejumlah tempat tinggal warga. Banyak warga yang kekurangan uang untuk membayar transportasi menuju TPS. Para pemilik kedaulatan dalam demokrasi ini kehilangan harapan memilih peserta pemilu yang menurut mereka adalah terbaik dari peserta lainnya.

Pemilih lain, Jelina Martins da Silva mengungkapkan, ia tidak menggunakan hak pilih juga karena alasan transportasi menuju TPS. Ia khawatir tidak bisa kembali ke desanya karena yang biaya transportasi yang mahal.

“Salah satu alasan saya tidak ikut pemilu adalah karena pasar minyak sekarang sedang naik. Biaya transportasi juga naik. Saya hanya memilih sekali di Putaran Pertama,” kata Jelina, Kampung Tuti, Komoro, Dili, Timor Leste (07/05/2022).

Pada dasarnya Jelina punya dua alasan mengapa ia tidak menggunakan hak pilihnya di pemilu. Pertama, para calon presiden dan penyelenggara pemilu tidak menyediakan transportasi dari daerahnya ke TPS. Kedua, sebagai pemuda, ongkos memilih yang mahal juga tidak berdampak pada keadaan pekerjaan dan ekonomi warga Timor Leste.

Warga lainnya, Leonizo Mariz menambahkan, ia tidak ikut Pemilu Presiden Putaran Kedua karena hidupnya masih susah dan menderita. Untuk memilih jaraknya jauh dan membutuhkan waktu yang lama. Leonizo lebih baik tidak ikut memilih karena harus mencari uang untuk kebutuhan sehari-hari.

“Kami berpikir apa yang kami lakukan memang tidak benar. Ini bukan bagian dari solusi. Tetapi, keputusan kami untuk tidak memilih adalah bagian dari pendidikan publik kepada para pemimpin kami,” kata Leonizo, kampus Universitas Nasional Timor Leste (UNTL), Caicoli, Dili, Timor Leste (25/04/2022).

Menurut Leonizo, para peserta pemilu selalu berjanji akan menciptakan banyak lapangan kerja yang disiapkan untuk kaum muda. Mereka mengatakan, akan menyiapkan pendidikan atau sumber daya manusia Timor Leste. Leonizo berkesimpulan, para pemimpin tidak menepati janji. Untuk apa dirinya mengeluarkan ongkos transportasi yang mahal untuk bisa memilih calon pemimpin yang pada hasil pemilu sebelumnya biasa mengingkari janji.

Perbaikan

Para pemilih yang tidak terlayani hak pilihnya itu, memberikan sejumlah perbaikan untuk pemilu berikutnya. Yang paling terdekat adalah Pemilu Parlemen Timor Leste.

Joao menyarankan agar Secretariado Técnico da Administração Eleitoral (STAE) dan CNE dapat memperbaiki sistem layanan hak pilih. Pemilihan anggota parlemen sudah dekat. Tanpa memperbaiki sistem, akan terjadi banyak warga yang tidak berpartisipasi dalam pemilihan.

“Layanan hak pilih STAE dan CNE harus ditingkatkan. Tiga pusat pemungutan suara paralel untuk memfasilitasi proses pemilihan mesti dioptimalkan. Jangan sampai warga harus bolak-balik mendaftar dan memilih sampai kehabisan waktu dan uang.

Berbeda dengan Jelina. Ia meminta kepada presiden baru yang terpilih untuk bekerja sama dengan negara-negara lain dalam perbaikan pendidikan warga. Kualitas politik berkaitan dengan kualitas pendidikan warganya. Pendidikan warga yang membaik juga akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan.

 “Saya mengusulkan kepada Presiden baru, jika dia dapat membantu kami, yang putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan studi kami. Beri kami beasiswa, agar kami dapat melanjutkan pendidikan kami. Orang tua kami tidak mampu,” kata Jelina

Leonizo juga punya penekanan berbeda. Seharusnya para pemangku kepentingan bisa lebih mengurangi pemahaman tentang pemilu sebagai pemborosan penyelenggaraan negara. Jangan lagi pemilu dianggap sebagai praktik pemerintahan membuang-buang uang.

Menurut Leonizo, masyarakat Timor Leste masih banyak yang miskin, kelaparan, dan menganggur. Para peserta dan penyelenggara pemilu seharusnya bisa melakukan pendidikan publik sehingga proses pencalonan dan pemilihan di pemilu bukan pesta demokrasi yang mementingkan segelintir pihak tapi untuk warga negara Timor Leste. []

CRISTIANA XIMENES BELO

Radio Rakambia, Timor Leste