Disinformasi Mengancam Hak Pemilih di Filipina

Disinformasi Mengancam Hak Pemilih di Filipina
Image credit: rumahpemilu.org

Data We are Social Januari 2021 menunjukkan bahwa tingkat penetrasi intrernet di Filipina ialah 67 persen, sedikit di bawah rata-rata Asia Tenggara yang lebih dari 70 persen. 99 persen orang dewasa yang memiliki akses internet memiliki akun Facebook. Jika dirata-rata, setiap pengguna memiliki 10 akun di berbagai media sosial. Lima media yang paling banyak digunakan masyarakat Filipin yakni, Youtube, Facebook, Instagram, Twitter, dan Tiktok. 

Di Pemilu Serentak 2022, banyak pihak mengeluhkan maraknya disinformasi dan misinformasi di media sosial. Media sosial disebut sebagai arena perang baru yang menggantikan baku hantam di lapangan. Disinformasi, buzzer, cyber army menjadi fenomena dominan dalam kampanye di Filipina.

Sabina Zaira Torregoza, Sekretaris Jenderal organisasi Gayon Cares, sebuah organisasi advokasi hak-hak lesbian, gay, biseksual, transgender dan queer (LGBTQ) mengatakan disinformasi mengenai sejarah politik Filipina disebar oleh Tim kampanye Bongbong Marcos atau BBM di berbagai platform media sosial. Hal ini pun diakui oleh pihak Tim kampanye BBM, bahwa cyber troops dikerahkan untuk mengkonter narasi-narasi buruk mengenai latar belakang keluarga BBM. 

“Kami mengefektifkan kampanye di media sosial karena di sana banyak beredar berita dan narasi yang selalu menjelek-jelekkan BBM,” kata Stephanie “Summer” Sia, Tim kampanye BBM Sara di kantor pemenangan BBM Sara, Legazpi (26/4).

Sementara itu, informan dari Rappler yang diwawancara di kantor Comelec Provinsi Albay mengatakan pihaknya menemukan banyak disinformasi terkait teknis pemilu. Salah satunya yakni, disinformasi mengenai cara memberikan suara. Dalam narasi disinformasi disebutkan bahwa cara memilih yang benar adalah dengan memberi tanda silang pada bulatan di surat suara. Padahal, yang benar ialah menghitamkan bulatan pada surat suara.

“Disinformasi seperti ini tentu punya potensi menghilangkan hak pilih karena Ketika pemilih mempercayai informasi itu, suaranya tidak akan dibaca dengan benar. Kami di Rappler sudah berupaya untuk melakukan debunking dan menyebarkannya melalui kanal kami,” jelas informan yang enggan disebutkan namanya (27/4).

Disinformasi lain disampaikan oleh Direktur IV Comelec Region V atau wilayah Bicol, Attorney Maria Juana S. Valeza. Tersebar disinformasi yang seolah menunjukkan bahwa surat suara untuk pemilu luar negeri tak memuat nama kandidat Leni Robredo. Disinformasi ini dinilai ditujukan untuk membentuk citra bahwa Comelec yang dipilih oleh Presiden Duterte, melakukan upaya untuk memenangkan pasangan tandem BBM-Sara. Sara Duterte merupakan anak Presiden Rodrigo Duterte.

Disinformasi yang juga ditemukan Maria yaitu disinformasi wajib vaksin untuk dapat menggunakan hak pilih. Tak ada kewajiban vaksin untuk dapat menggunakan hak pilih.  
“Informasi itu jelas bisa merugikan pemilih yang karena kondisi tertentu, mereka tidak bisa melakukan vaksinasi atau enggan melakukan vaksinasi,” ucap Maria di kantor Comelec Albay Region (25/4).

Aktivis mahasiswa di Kota Ligao, Jeffry Latigay mengatakan bahwa beberapa universitas telah melakukan edukasi kepada pemilih terkait disinformasi pemilu. Salah satu universitas yang melakukan yakni Bicol University. Organisasinya pun telah mendorong agar Comelec meningkatkan upaya literasi digital dan akuntabilitas kampanye online.

“Saya bersama organisasi kampus melakukan voter education mengenai fact checking, dan kami juga mengadvokasikan kepada Comelec pentingnya peningkatan digital literacy dan online accountability.  Ini kami berikan karena orang muda sering menjadi korban hate speech ketika kami memberitahukan di media sosial bahwa postingan yang diposting oleh seseorang itu hoaks,” urai Jeffry. 

Data Internews Desember 2021 hingga Maret 2022, terdapat 331 disinformasi pemilu yang dilaporkan disebar di media sosial. 80 persen ditemukan di Facebook, 15 persen di Youtube, 4 persen di Tiktok, dan 1,3 persen di Twitter. 42 persen disinformasi dalam bentuk video, 40 persen dalam bentuk foto, dan 18 persen dalam bentuk teks.

 
Avatar Author

Tentang Penulis
Amalia Salabi is a researcher at Perludem and electionhouse.org organizer. Amalia has an interest in women's issues, alternative politics, Islamic politics, election technology, and digital campaigns. Amalia's work can be read at Perludem.org. She loves read and watching movies.
Lihat Semua Post