Oligarki dan Dinasti Politik di Pemilu Filipina 2022

Oligarki dan Dinasti Politik di Pemilu Filipina 2022
Image credit: rumahpemilu.org

Kunjungan pemantauan pemilu Filipina 2022 memberikan banyak kesan. Yang terutama, kesan bahwa begitu riuhnya (juga habis-habisannya) pesta demokrasi diikuti oleh para kontestan. Di sepanjang jalan raya di kota-kota, mulai dari Manila, Legazpi, Daraga, sampai lanjut terus ke Iriga, juga Sorsogon, ruang publik penuh dengan poster para kandidat. Wilayah lain di Visayas juga sama, keriuhan jalan dihiasi mobil-mobil kampanye mulai dari Pulau Panay, Guimaras, hingga Pulau Negros. Satu yang tak penulis temui di Indonesia, yaitu poster kampanye berukuran sangat besar yang menampilkan paket kandidat dari calon gubernur sampai calon anggota Councilor atau Dewan Kota/Municipality.

Tak sulit pula menemukan poster super besar calon kepala daerah dengan kandidat presiden yang populer di wilayah tersebut, meski tak berasal dari partai yang sama. Fenomena yang mengingatkan bahwa pemilu Filipina adalah pemilu serentak, peserta pemilu berupaya agar pemilih memilih kandidat dari satu partai atau lini yang sama, dan bahwa calon kepala daerah berharap mendapatkan coattail effect atau efek ekor jas dari elektabilitas kandidat presiden di daerahnya.

Tumplek pleknya semua pemilihan (kecuali pemilihan Barangay) jelas membuat pemilih kesulitan mengenal semua kandidat, bahkan kandidat presiden. Ada sembilan calon presiden. Dari semua pemilih yang penulis wawancara, tak ada yang bisa menyebutkan nama seluruh calon presiden. Paling jago, pemilih bisa menyebutkan enam kandidat.

Uang dan popularitas tentunya jadi penentu kenal atau tak dikenalnya kandidat. Hanya ada empat calon presiden yang posternya penulis temukan di Bicol region, yaitu Leni Robredo (wakil presiden Filipina), Bong Bong Marcos (anak mantan presiden Filipina), Isko Moreno (artis dan Walikota Manila), dan Manny Pacquiao (mantan petinju dan senator). Untuk pemilu senator, nama Chiz Escudero, Jinggoy Estrada,  Gringgo Honasan, Alex Lacson, Minguita dan Robin Padilla, Joel Villanueva, dan Mark Villar paling mudah ditemukan.

Di Western Visayas, kondisinya tak jauh beda. Walaupun kandidatnya beragam, popularitas kandidat presiden hanya berputar di antara dua nama besar, yakni Bongbong Marcos dan Leni Robredo. Poster calon senator juga hanya dihiasi nama-nama besar seperti Villanueva, Padilla, Legarda dan Villar (dapil Pemilu Senator ialah seluruh negeri).

Konteks pemilu lokal, materi kampanye dan kampanye kandidat dari keluarga politik di daerah juga mendominasi. Di Legazpi misalnya, materi kampanye keluarga politik Rosal dan Imperial menjamur di berbagai tempat. Begitu pula dengan keluarga Bichara di Daraga dan Ligao, keluarga Villafuerte di Camarines Sur, keluarga Escudero, Hamor, Lee di Sorsogon.

Politik Filipina memang kental dinasti politik. Fenomena dinasti politik setua feodalisme di negeri yang namanya diambil dari Raja Spanyol Philip II ini (Anderson 1985). Dalam buku “Hantu Komparasi: Nasionalisme, Asia Tenggara, dan Dunia”, ilmuwan politik ternama, Benedict Anderson, menggambarkan peta kuasa dinasti politik tertua dan terkuat di Filipin. Dinasti-dinasti politik tua ini, juga merupakan oligark pemilik perusahaan besar mulai dari properti, finansial, asuransi, pertanian, hingga media massa. Anderson menyebut oligark dinasti politik keluarga Conjuanco, Aquino, Cuenco, Tiangco, dan Chioco.

Presiden perempuan pertama di Asia, yakni Corazon Conjuangco yang kemudian berganti nama keluarga mengikuti suaminya, Corazon Aquino, merupakan anggota dinasti politik paling kuat dan kaya dalam oligarki Filipina, yang dulu mendapatkan keuntungan dari kebijakan ekonomi rezim Spanyol dan Amerika di Filipin. Setelah Filipina merdeka, konglomerat Conjuangco yang sebelumnya tak memiliki kekuasaan politik, bertarung memperebutkan kursi kekuasaan. Begitu pula dengan keluarga oligark lainnya.

Keluarga politik nan wealthy lainnya muncul setelahnya, seperti keluarga Marcos yang merupakan elit petinggi militer sejak masa pemerintahan Amerika Serikat, juga Lacson yang kaya karena perkebunan gula di Negro Barat. Dinasti politik lokal lainnya turut bermunculan, lahir dari orang-orang kuat daerah sepanjang sejarah politik lokal.

Para oligark dan dinasti politik, atau keduanya, secara historis, memang diuntungkan oleh pertama, kebijakan ekonomi Amerika yang membukakan pasar kepada para pengusaha (biasanya merupakan kaum blasteran); kedua, kebijakan kemerdekaan ekonomi pasca kemerdekaan yang membuka lebih banyak ruang bagi konglomerat tua. Kekayaan material itulah yang dipergunakan untuk menguasai politik baik nasional maupun lokal. Kongres, Senat, dan dewan legislatif daerah menjadi ruang terbuka bagi para dinasti politik di berbagai daerah.

Reformasi politik di Filipina pasca pemerintahan Marcos tahun 1986 memang tidak banyak merubah landscape politik Filipina. Pengamatan Anderson mengenai reformasi di Asia Tenggara, juga dunia, alih-alih penguatan politik rakyat, reformasi justru seringkali menjadi alat pengamanan para politisi untuk menjamin prospek masa depan politik kelas menengah. Reformasi tak ditujukan untuk memotong leher oligarki, yakni aturan hukum, sehingga fenomena di berbagai negara, baik oligarki lama maupun oligarki baru tetap dapat hidup di jaman setelah reformasi. Rakyat diminta puas dengan reformasi sejumlah kelembagaan negara yang korup, pembentukan lembaga negara super body, dan beberapa aturan hukum baru yang bertujuan memperluas partisipasi publik di politik dan pemerintahan.

36 tahun setelah jatuhnya diktator Marcos, dengan istri yang super kontroversial, diberitakan oleh para content creator Youtube sebagai ibu negara terhedon sedunia, keluarga Marcos kembali ke pucuk kekuasaan. Bong Bong Marcos (BBM) memperoleh suara terbanyak di pemilu presiden. Kakak perempuan BBM adalah senator yang akan menjabat hingga 2025. Anak laki-laki BBM terpilih sebagai anggota kongres. Sepupu pertamanya orang berpengaruh di Kongres. Kerabat lainnya menguasai politik di provinsi Ilocos Norte dan Kota Tacloban (Mong Palatino, 23 Mei 2022).

Keluarga politik lain, Duterte, berkuasa di Davao dan punya taring di level nasional. Sara Duterte, anak Presiden Rodrigo Duterte, mendapatkan suara terbanyak sebagai tandem BBM di pemilu wakil presiden. Saudara laki-laki Sara terpilih kembali di Kongres dan satu lainnya terpilih sebagai walikota Davao, sebuah jabatan yang turun-temurun dipegang oleh klan keluarga Duterte.

Di Senat, 9 dari 12  kandidat terpilih berasal dari keluarga politik (kebanyakan crazy rich) yang mengakar kuat, yaitu dua anggota keluarga Estrada, Escudero, Villar, Cayetano, Zubiri, Gatchalian, Tulfo, dan Villanueva. Sementara itu, Robin Padilla jadi cerita lain. Sebagai seorang aktor yang populer di Tiktok, ia memenangkan pemilu senator dengan suara terbanyak, lebih dari 26 juta suara.

Di pemilu lokal, keluarga politik juga memenangkan pemilu. Suami, istri, dan sepupu suami memenangkan pemilu gubernur provinsi Albay, wali kota, dan anggota dewan kota Legazpi. Anak gubernur Albay, Albert Bichara, terpilih sebagai anggota dewan kota Ligao di usia 22 tahun. Di Daraga, Awin Baldo, memenangkan pemilu wali kota. Awin Baldo adalah politisi dan pengusaha tambang yang disebut oleh pelaku pembunuhan politisi Rodel Batocabe, sebagai mastermind kasus pembunuhan. Klan keluarga politik lainnya, Salceda, Gonzales, Zigas, Lagman, Dioneda, Ecudero, Lee, Kho, turut memenangkan pemilu lokal dan pemilu Kongres.

Persoalan dinasti politik juga terjadi pada pemilu lokal di beberapa kota di Western Visayas. Misalnya keluarga Nava di Pulau Guimaras, yang terkoneksi dengan jejaring kekuasaan daerah penutur bahasa Ilonggo. Biasanya, keluarga politik daerah terkoneksi satu sama lain melalui urusan bisnis dan politik. Jejaring tersebut biasanya juga terhubung dengan beberapa keluarga politik di tingkat nasional seperti Marcos dan Aquino. Di samping itu, beberapa keluarga politik lokal juga telah memperbesar kekuasaannya hingga ke tingkat nasional, seperti keluarga Presiden Duterte yang menguasai Davao City.

Sebenarnya, konstitusi Filipina telah mencoba mengurangi dinasti politik melalui pembatasan periode masa jabatan. Seseorang tidak boleh menjadi senator selama dua periode (satu periode enam tahun) berturut-turut. Anggota Kongres, kepala daerah, dan anggota legislatif daerah tidak dapat menjabat lebih dari tiga periode (satu periode tiga tahun) berturut-turut. Presiden tidak dapat mencalonkan diri untuk periode kedua. Namun, adanya jeda (satu periode) yang masih memperbolehkan seseorang untuk kembali mencalonkan diri, memberikan waktu bagi dinasti politik untuk mereproduksi kekuatan politiknya. Masa jeda pun dimanfaatkan untuk anggota keluarga lain menggantikan kursi kekuasaan.  Terlebih lagi, tak ada larangan untuk mencalonkan diri di posisi lain segera setelah selesainya masa tugas di suatu posisi.

Sebagai contoh, di Mandaluyong, dinasti politik Abalos secara bergantian dengan dinasti Gonzales memerintah sebagai walikota dan anggota Kongres dapil Mandaluyong. Benjamin Abalos menjadi walikota Mandaluyong selama 1995-2004, lalu digantikan oleh Neptali Gonzales II yang telah habis tiga periode sebagai anggota Kongres. Kursi anggota Kongres Neptali digantikan oleh Benjamin Abalos Jr. Tiga tahun kemudian, Benjamin Abalos Jr. menggantikan kuasa ayahanda sebagai walikota Mandaluyong tiga periode (2007-2016). Neptali kembali ke kursi Kongres.

Usai tiga periode sebagai walikota, istri Benjamin Abalos Jr., Carmelita Aguilar Abalos, meneruskan takhta walikota (2016-2022). Kursi Kongres Neptali Gonzales juga digantikan oleh istrinya, Alexandria Gonzales (2016-2019). Setelah 21 tahun, Benjamin Abalos Sr. kembali lagi di Pemilu 2022, menang sebagai walikota Mandaluyong hingga 2025. Tandem dinasti politik Abalos dan Gonzales di Pemilu 2022 mengusung tagar “Abalos Gonzales Forever”.

Apa yang membuat masyarakat konsisten memilih anggota keluarga politik di pemilu? Barangkali kita semua bertanya. Politik uang atau vote buying bernilai besar bisa jadi jawabannya. Di Legazpi City, salah satu tempat penulis memantau, vote buying diberikan oleh suami dan istri keluarga Rosal kepada pemilih. Usai tiga periode sebagai walikota Legazpi, Noel Rosal, yang memberikan vote buying sebesar 500 peso kepada pemilih, memenangkan pemilu gubernur Albay. Istri Noel, Geraldine, dengan vote buying hingga 2000 peso berhasil meneruskan takhta sang suami sebagai walikota Legazpi. Pemilih yang memilih pasangan suami istri ini, nampaknya mengevaluasi kinerja gubernur Francis Al Bichara, yang banyak dinilai tak mampu mengembangkan pariwisata di Albay, dan tak banyak mengembangkan daerah terbelakang.

Di tengah banyaknya tugas dan fungsi komisi pemilihan Filipina, pendidikan pemilih jadi perhatian nomor sekian. Tak ada sorotan kritis dari publik di desa-desa, bahkan di kota-kota kecil terhadap dinasti politik, meski beberapa telah menyadari kehadiran oligarki di dalam politik. Dinasti politik dimaklumi sebagai sesuatu yang normal tak meresahkan. Entah berapa yang paham bahwa dinasti politik, yang banyak juga merupakan oligarki di tingkat nasional dan lokal, memiliki dampak buruk.

Ketika dinasti politik menyebabkan konsentrasi kekuasaan politik di tangan suatu keluarga, keuntungan karena menggenggam palu kebijakan ekonomi mengubah keluarga-keluarga politik menjadi oligark yang menguasai kekayaan material. Sebagian lainnya, menjadi konglomerat karena kebijakan ekonomi pemerintah, lalu ikut berebut kuasa politik, berubah menjadi oligark dan bangun dinasti politik. Dinasti politik, oligarki, memperburuk ketimpangan sosial-ekonomi-politik, serta mendorong terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme secara masif. []

AMALIA SALABI & KAHFI ADLAN HAFIZ

 
Avatar Author

Tentang Penulis
Amalia Salabi is a researcher at Perludem and electionhouse.org organizer. Amalia has an interest in women's issues, alternative politics, Islamic politics, election technology, and digital campaigns. Amalia's work can be read at Perludem.org. She loves read and watching movies.
Lihat Semua Post